Selasa, 28 Juli 2009

Uang Pajakku Dikemanakan?

Baru kali ini saya membuat Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Bukan karena saya sedang atau pernah terlibat dalam masalah kepolisian, tetapi untuk memenuhi suatu syarat kelengkapan pendaftaran cpns deplu. Yah.. itung2 uji peruntungan.

Bukan hal yang mudah untuk bisa menembus departemen luar negeri. Saya tahu itu. Tapi, sebuah tekad kuat dalam diri ini supaya saya segera keluar dari kota ini, meninggalkan segala kepenatan di dalam rumah. Jadi, saya anggap tekad dan semangat yang kuat ini sebagai motivasi terbesar saya untuk berjuang sebaik mungkin.

Sebenarnya bukan itu inti dari tulisan saya. Lebih pada “sesuatu” yang harus saya bayar untuk bisa mendapatkan selembar SKCK. Mulai dari 5000 rupiah di ketua RT, 5000 rupiah di desa, 5000 rupiah di kelurahan, 5000 rupiah di koramil, 5000 rupiah di polsek, 5000 rupiah di sidik jari polres, 5000 rupiah di polres. Jadi total saya mengeluarkan 30.000 rupiah.

Pungli-pungli kecil yang dianggap sebagai “biaya administrasi” inilah yang sungguh miris sekali. Ketika “bayar pajak” didengung-dengungkan oleh setiap kantor pajak bahkan oleh media massa. Dengan berbagai punishment dilontarkan supaya membuat kita buru2 mendaftarkan npwp kita masing-masing. Ternyata, di sudut-sudut birokrasi pemerintahan yang kecil-kecil ini masih juga dimintai yang namanya “biaya administrasi”.

Saya jadi bertanya, buat apa saya bikin NPWP, buat apa saya bayar pajak tiap bulannya, buat apa gaji saya dipotong, dsb. Kalau toh, ternyata saya tidak mendapatkan semua yang saya butuhkan. Okey.. kalau mereka yang bekerja di pemerintahan terutama perpajakan akan berkata, “Lho, ini jalan raya kan hasil pajak, listrik yang menerangi jalan ini juga hasil pajak.”

Maka saya pun akan berkata, “Okey… I know.. Tapi, saya butuh sehat, saya butuh perawatan dokter ketika saya sakit. Dan sayangnya itu tidak saya dapatkan di negara ini.”

“Lho? Kamu kan bukan tergolong masyarakat kurang mampu. Jadi tidak berhak dapat itu.”

Sekali lagi saya berusaha membantah, “Saya tidak meminta pemerintah mencover semua kebutuhan primer saya. But, at least seper sepuluh dari total yang saya butuhkan. Misalkan, biaya kesehatan, saya dapat 50.000. Kalau saya gengsi menggunakan kelas itu, saya bisa up-kan sendiri dengan membayar sendiri sisanya. Adil kan…?”

Lalu, apa hubungannya dengan pungli-pungli yang harus saya bayar untuk dapat selembar SKCK tadi? Ya.. ini sama saja. Negara ini dililit oleh birokrasi yang rumit dan lama-lama bisa mencekik sendiri. Sayang sekali, sebenarnya bisa diringkas kan.. Negara ini bukannya tidak mampu, negara ini hanya tidak mampu untuk berpikir bahwa sebenarnya negara ini mampu.

Miris juga rasanya, lihat seorang saudara saya yang baru saja kerja di kantor perpajakan dan belum ditempatkan. Tetapi baru beberapa bulan bekerja (belum sampe 6 bulan), ia langsung bisa membeli mobil livina baru gres tahun 2009. Inikah hasil yang namanya “rapelan”? Di saat orang-orang bekerja keras pagi-siang-malam, susah payah ia membeli mobil, dan mereka-mereka yang kerja di pemerintahan kerja santai2, makan pungli alias uang rakyat, dan 3 bulan kemudian beli mobil baru deh…

Tidak heran, banyak orang beramai-ramai pingin jadi PNS. Karena yang diinginkan adalah keamanan finansialnya. Padahal sebenarnya tantangan kerja di PNS itu tidak lebih besar dibanding karyawan swasta. Tapi, yah.. bagaimana lagi. PNS digaji rakyat, padahal rakyat Indonesia itu berjuta-juta jumlahnya, jadi hitung saja PNS dapat berapa rupiah tiap bulannya.

Lalu bagaimana dengan saya yang notabene juga tertarik bekerja di departemen pemerintahan? Tidak dipungkiri, saya juga membutuhkan financial yang menggiurkan yang ditawarkan departemen tersebut. Kalau mau ditelisik lagi lebih dalam, ini bukan keinginan saya pribadi, melainkan keinginan para orang tua supaya anaknya bisa dibanggakan kerja di departemen pemerintahan. Orang tua memang narsis, gak mau kalah. Kalau budhe saya bisa membanggakan anaknya yang baru saja beli livina, maka orang tua saya memaksa saya bekerja ekstra dan mendaftar kerja di departemen pemerintahan, supaya besok bisa beli rumah dan bisa lebih dibanggakan.

Ah, sudahlah… daripada curhat colongan.

Lebih baik saya bekerja dengan lebih jujur, tanpa memakan gaji buta. Kalau bekerja di perusahaan swasta saja saya bisa belajar jujur, besok jika saya diperkenankan bekerja di departemen pemerintahan, saya akan terus berupaya jujur. Dan sedikit memperbaiki kebolongan2 pemerintahan di sana-sini, melalui pemikiran saya. Mulia sekali ya impian saya ini…. (boleh sedikit narsis kan..)

Negara Indonesia memang sudah terlalu besar dan terlalu sulit mengelola tiap-tiap personilnya. Tapi sekali lagi yang mau saya tegaskan, Negara ini bukan tidak mampu, tetapi tidak mampu untuk berpikir. Jadi, mampulah untuk berpikir bahwa Negara ini mampu. Mampu menyejahterakan seluruh rakyatnya dan bukan hanya rakyat pegawai negeri sipil saja.

baca selengkapnya......