Jumat, 11 Desember 2009

Mencari Merapi


Seperti biasa, saya pulang ke rumah sekitar pukul 17.30. Kantor saya di selatan, sedangkan rumah saya di utara. Dan Jalan Gejayan yang sekarang berubah nama menjadi Jalan Affandi menjadi jalan wajib sehari-hari baik berangkat ataupun pulang beraktivitas.


Dalam perjalanan pulang, saya jadi teringat. Dulu setiap saya pulang kuliah atau pulang berakltivitas di sore hari, saya selalu melihat pemandangan cakep di arah utara. Yaitu gunung merapi berdiri kokoh dengan gagahnya. Jelas sekali dan seakan-akan dekat dengan kota Yogyakarta. Tidak ada awan atau kabut yang menutupi, tidak ada awan mengepul yang membuat warga Yogyakarta berpikir bahwa gunung itu sedang adem ayem. Tapi jika gunung itu mengepul dengan asap yang membumbung tinggi, wahh… bisa jadi tanda tanya, jangan-jangan sedang ada aktivitas di perut gunung itu.

Dari rumah saya di kuku kaki gunung merapi pun bisa terlihat pemandangan apik itu. Tinggal naik ke lantai atas, duduk-duduk di balkon depan, atau kalau perlu naik ke atap rumah, pemandangannya cantik nian. Atau jika tidak mau bersusah payah, bisa juga tinggal duduk di depan rumah, gunung ganteng itu bisa terlihat jelas rupawan.
Dulu, ketika peristiwa gempa mengguncang kota saya tahun 2006 silam. Semua penduduk perumahan tempat saya tinggal, ke luar rumah dan menenggok ke arah utara. Jangan-jangan gunung itu meletus dengan dahsyatnya – maklum saat itu memang kami sedang menanti detik-detik gunung itu memuntahkan isi perutnya.

Sebelum gempa itu terjadi, orang tua saya pernah pamit pada anak-anaknya, katanya mau beli roti bakar dulu di dekat pasar. Tapi sampai jam 22.00 belum juga pulang. Saya menunggu mereka sambil terkantuk-kantuk di ruang tengah. Ealahh.. ternyata mereka mampir ke rumah Mbah Marijan di kaki gunung merapi sono. Sempat disuguhi teh, mengobrol dengan penduduk setempat tentang aktivitas Merapi, dan juga mengobrol dengan wartawan stasiun TV nasional.

Sedemikian besar perhatian kami – warga Ngayogyakarta Hadiningrat ini terhadap gunung gagah di utara Yogyakarta. Tapi sekarang dan setahun terakhir ini, saya tidak pernah melihatnya lagi. Hhhhmm… Ke mana ya gerangan gunung ganteng itu? Baik-baik saja kah dikau berdiri dengan gagah di utara sana? Perlihatkan dirimu lagi ya pada kami yang kangen padamu. Perlihatkan dengan baik-baik saja dan tidak perlu dengan kehebohan muntahan isi perut atau kepulan asap tebal. Itu sudah cukup menunjukkan bahwa kau baik-baik saja di utara sana.
baca selengkapnya......