Senin, 24 Maret 2008

Are We Love Our Nature ?


World Silence Day. 21 March 2008. 10.00 am – 02.00 pm.


Saya rasa informasi itu sudah tersebar ke seluruh penjuru dunia. Terutama bagi yang selalu mengupdate informasi yang tidak hanya melalui media televisi. Saya sendiri, mendapat informasi tersebut melalui internet. Tidak hanya satu email yang saya dapat, tapi rasanya hampir setiap milis yang saya ikuti memberikan informasi tersebut. Belum lagi dengan instant message melalui yahoo messenger. Singkat, padat, dan persuasif.


Ditambah lagi ketika pagi itu, saya sedang bersiap-siap berangkat kerja. Radio yang berbicara sendiri itu menjelaskan tentang World Silence Day. Dengan lebih persuasif lagi, narasumber yang lebih kompeten pun ikut diwawancara langsung via telepon. Ya.. pagi itu.. saya menjadi berpikir.. kenapa saya tidak mencoba sedikit mengikutinya ya? Toh, tidak ada salahnya. Tapi… kira-kira bagaimana dengan orang lain ya, apakah banyak yang tahu juga?


Tidak jauh berbeda dengan Hari Raya Nyepi yang dianut oleh umat Hindu. Setahu saya (karna saya bukan umat Hindu), di hari Nyepi mereka tidak boleh menyalakan listrik dan beraktivitas. Bahkan selama satu hari penuh itu, semua aktivitas yang berhubungan dengan listrik menjadi mati total. Mereka menjalankan ritual khusus di Pura dan rumah masing-masing. Dan Bali yang biasanya tidak pernah mati itu, menjadi sepi, lengang dan mati…


Ternyata, kelumpuhan total selama 1 hari itu, mampu mengurangi emisi gas karbondioksida sebesar 60.000 ton! Itu baru di Bali saja, bagaimana kalau diseluruh dunia? Itulah yang diceritakan oleh narasumber yang saya dengar di radio tersebut.


Jadi, ketika Konferensi Green Day yang diadakan di Nusa Dua-Bali kemarin. Pihak Indonesia mengusulkan untuk mengadakan World Silence Day pada 21 Maret 2008. Di seluruh dunia dan hanya dalam waktu 4 jam saja. Tidak untuk melakukan ritual-ritual khusus seperti yang umat Hindu lakukan. Tetapi terutama hanya tidak beraktivitas yang mengeluarkan gas karbondioksida. Ya..mungkin seperti nyepi sedunia dan hanya sesaat.


Di Indonesia sendiri, World Silence Day berlangsung di hari Jumat, saat hari libur nasional Jumat Agung. Berarti, rasanya tidak cukup sulit bukan bagi saya untuk menjalankan ritual nyepi. Pkl. 07.00 saya akan pergi ke gereja untuk kebaktian Jumat Agung, lalu mulai pkl. 10.00 saya akan duduk dirumah dan membaca setumpuk komik dan buku yang sudah lama saya beli namun tak pernah ada kesempatan untuk membacanya. Dilanjutkan tidur siang dan setelah bangun, sudah lebih dari pkl 14.00. Yaa.. saya bisa menyalakan motor saya lagi. J


Namun, kamis malam itu teman mengajak saya untuk ikut menengok Bpk. Pendeta yang sedang sakit dan terkapar tak berdaya di rumah sakit. Tanpa ragu-ragu saya langsung mengiyakan, “OK. Jam 09.30 kumpul di gereja ya..” Ya, akhirnya saya pergi dari pkl. 09.30 hingga pkl 12.00. Sampai dirumah, bukannya tidur atau membaca seperti yang sudah saya rencanakan. Tetapi, mengambil resep masakan dan mulai menyiapkan bahan-bahan, lalu mulai memasak “mini pizza”.


Sambil menunggu, pizza matang di oven. Saya tiba-tiba berpikir “Ya ampun… ini kan hari nyepi sedunia ya?” Lalu saya hanya tertawa dalam hati dan bipikir “Fiuh.. ternyata gak segampang itu ya? Saya sudah menyalakan motor untuk pergi, sudah menyalakan api untuk memasak. Berarti? Saya sudah mengeluarkan berapa gas karbondioksida ya?


Ternyata… hidup manusia ini tidak pernah lepas dari semua benda dan hal yang mengeluarkan gas karbondioksida. Kendaraan bermotor, kompor, dan masih banyak lagi. Tidak heran jika para pemerhati lingkungan sibuk memikirkan bagaimana caranya mengurangi emisi gas karbondioksida. Mengganti bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, mengurangi penggunaaan barang-barang yang pembuatannya merusak lingkungan, dll.


Wah… seandainya saja World Silence Day kemarin benar-benar dilakukan oleh semua orang di seluruh dunia. Jadi seperti apa ya dunia ini? Tidak ada motor dan mobil yang lalu-lalang, bandara dan stasiun menjadi sepi dan mati. Rasanya sepi… tapi udara ini pasti segar…

baca selengkapnya......