Kamis, 04 Desember 2008

Ketik Reg Spasi …

Pernahkah Anda memperhatikan? Jika dulu iklan-iklan TV dipenuhi dengan iklan produk barang tertentu, sekarang ini iklan-iklan TV dipenuhi dengan iklan layanan sms “Ketik Reg Spasi…”. Apalagi jika malam hari, semakin tinggi rating acara TV maka semakin banyak iklannya dan semakin melimpah iklan-iklan layanan sms tersebut disuguhkan.


Mulai dari Reg (spasi) Games, Reg (spasi) Primbon, Reg (spasi) Jodoh, Reg (spasi) Ringtone, Reg (spasi) Uang, Reg (spasi) Ideal, dll. Iklan tersebut diulang berkali-kali padahal durasinya tidak bisa dibilang singkat. Satu hal yang saya herankan, worth it enggak sih mengiklankan di TV dengan pemasukan yang didapat? Padahal pastinya butuh modal yang besar sekali untuk bisa iklan di TV. Dan, sudah adakah peraturan pemerintah yang mengatur penayangan iklan-iklan layanan sms ini?


Saya tinggal bersama lingkungan yang lebih memilih menghabiskan pulsa ponselnya untuk hal-hal seperti urusan bisnis, relasi, telp pacar atau suami atau istri, serta pekerjaan. Jadi, muncul pertanyaan besar di kepala saya “Siapa ya.. orang-orang yang mau menghabiskan pulsanya untuk sms hiburan ini?” Bagi saya, ini hal yang tidak berguna dan buang-buang uang. Tapi bagi sebagian besar orang lain mungkin tidak, karena ini adalah sebuah hiburan. Ya, itu hak mereka.


Tapi, bagi saya fenomena ini cukuplah menarik. Ketika setiap orang di jagat Indonesia ini punya handphone. Ketika handphone mulai menjadi trend lifestyle tersendiri. Ketika harga diri seseorang dilihat dari handphonenya. Maka rasanya, setiap orang berlomba-lomba memiliki handphone yang terbaru dan tercanggih dibanding milik temannya.


Penjual sate keliling di komplek rumah saya, handphonenya lebih bagus dan lebih canggih dibanding handphone saya. Dan ketika ada teman yang meledek saya, saya hanya berkata “Ya, sebenarnya bisa aja saya beli handphone canggih seperti punya tukang sate itu, atau bahkan yang lebih. Tapi, kebutuhan saya yang lebih penting dari handphone masih banyak. Masa ya besok saya tidur pake handphone, makan pake handphone, pergi kerja pake handphone”.


Setiap orang pasti punya standarisasi masing-masing untuk handphonenya. Ada yang handphonenya harus berfasilitas mp3, radio, kamera, wifi, tv, dll. Bagi saya, fungsi utama handphone adalah sebuah fasilitas komunikasi telepon dan sms. Handphone bisa dibilang tidak berguna ketika tidak bisa telepon atau ditelepon, serta tidak bisa mengirim sms atau dikirimi sms. Alias ketika handphone itu tidak ada pulsanya atau rusak. Sedangkan fasilitas lainnya adalah fasilitas tambahan, dan saya lebih memilih fasilitas kamera dibanding yang lainnya. :-b


Ya, handphone sekarang memang makin mudah dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Harga layanan tiap provider pun semua berlomba-lomba untuk murah-murahan. Dan harga sms layanan hiburan “Ketik Reg Spasi…” juga berlomba-lomba paling murah dan paling menarik. Siapa yang terpincut oleh semua iklan yang ditawarkannya? Saya tidak tahu persisnya, tapi mungkin banyak. Lalu, bagaimana dengan Anda?

baca selengkapnya......

Senin, 24 November 2008

Guruku sayang, di mana engkau sekarang?

Hari Selasa, 25 November 2008 adalah Hari Guru Nasional. Mungkin tak banyak orang mengetahuinya, kecuali siswa-siswi yang masih selalu bertemu guru-gurunya setiap hari, serta guru-guru itu sendiri. Saya sendiri pun juga tak mengingatnya, setelah malamnya adik saya berkata “Mbak, aku besok libur sekolahnya, soalnya besok Hari Guru. Jadi gurunya mau upacara kali..”. Oo.. jadi besok adalah Hari Guru – pikir saya.

Pikiran ini jadi melayang, mengingat guru-guru yang pernah mengajar saya. Saya ingat, Bu Prapti – guru TK yang suka bercerita, memeluk saya ketika saya menangis gara-gara disuntik tes golongan darah, mengajari saya main musik dan menari, serta menemani saya ketika saya menunggu ibu yang belum juga menjemput. Rumahnya masih berdiri kokoh di Jl Kolombo (di samping Fresco Digital Photografi), tapi saya tak tahu lagi kabarnya. Anak temanku yang sekarang bersekolah di TKku dulu itu, sudah tidak lagi diajar oleh beliau.


Saya ingat lagi, Bu Tarsih – guru kelas 1 SD yang dengan sabar sekali mengajari saya membaca dan menghitung. Guru yang super sabar tapi juga tegas ini adalah guru favorit saya sepanjang masa. Saya ingat sekali, pertama kali saya ditanya “Noni kenapa terlambat?” dan dengan polosnya saya menjawab “Soalnya Bapak beraknya lama.” Hahahaha…. Malu rasanya kalau diingat-ingat.


Di kelas 1 ini juga saya pertama kali menorehkan tinta di buku dengan tulisan “Saya tidak akan lupa mengerjakan PR lagi.” sebanyak 5 kali. Tidak banyak mungkin, tapi itu cukup membuat saya jera, karena selain dihukum seperti itu, saya juga tidak diijinkan keluar saat istirahat. Selain itu, yang paling saya ingat adalah ketika kami harus berbaris ke belakang untuk masuk dengan tertib ke kelas kami. Tapi tidak dengan mudah kami bisa masuk ke kelas, karena di tangan Bu Tarsih sudah ada banyak kartu yang tertulis berbagai penjumlahan angka-angka. Misalnya: 4+5, lalu saya harus menjawab hasilnya dengan benar. Kalau tepat, saya bisa masuk dan duduk manis di bangku kelas, tapi kalau salah saya harus kembali ke barisan paling belakang. Wah, deg-degan rasanya ketika menanti-nanti giliran saya tiba.


Ada lagi, Bu Des – guru Biologi dan Fisika di bangku SMP. Guru ini juga guru tersabar diantara semua guru di sekolah saya saat itu. Di tangan Bu Des, pelajaran Fisika yang terkenal susah itu bisa menjadi sangat mudah. Dan pelajaran Biologi yang membosankan itu jadi mengasyikan dengan berbagai praktikum seru diajarkan oleh beliau. Saat itu, ada satu hari yang pelajaran Biologi dan Fisikanya berturut-turut selama 2 jam pelajaran. Tapi, karena gurunya sama jadi tidak perlu ganti guru, hanya ganti buku yang dipelajari. Dan gara-gara Bu Des pula, jam pelajaran yang biasanya terasa lambat itu begitu berlalu dengan cepat. Wah, beliaulah yang pertama kali membuat saya menyukai pelajaran Biologi.


Di bangku SMA, ada Bu Hernita – guru Bahasa Indonesia favorit saya itu. Mungkin terdengar sepele ya, pelajaran yang sepertinya mudah tapi sebenarnya itu rumit. Beliaulah yang pertama kali mendukung saya untuk ikutan “Lomba Esai 100 tahun Bung Hatta”, meski saya kalah tapi lumayanlah buat pengalaman. Beliau juga yang mendesak saya untuk segera melengkapi data-data untuk mendaftar kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi UAJY jalur Unggulan. Ketika hanya berkas saya yang belum lengkap, beliau menunggu saya untuk segera melengkapinya.


Selain piawai di pendidikan Bahasa Indonesia, beliau juga jago sekali menyanyi. Suaranya yang merdu kadangkala masih saya nikmati ketika menonton Jogja TV atau ketika saya beribadah di GKJ Sawokembar. Beliau jugalah yang melatih saya bernyanyi di Paduan Suara SMA. Dan jika menjelang lomba, biasanya beliau terlihat galak. Hahaha… mungkin sindrom pelatih yang dikejar deadline tampil. Dan setelah lomba berhasil dilewati, biasanya kami suka menggoda beliau yang sebelumnya suka marah-marah sendiri.


Ohya, ada lagi guru di keluarga saya yang paling saya hormati. Yaitu – mbah kakung saya sendiri. Beliau dulu adalah seorang guru, serta mantan pendiri dan kepala sekolah di sebuah SD kecil di daerah Wuryantoro – Wonogiri. Jika beliau bercerita tentang perjuangannya mendidik anak-anak, pastinya itu dulu terasa berat. Di saat kesadaran akan pendidikan masih rendah dan di saat orang tua lebih suka menyuruh anaknya pergi ke sawah dibanding pergi sekolah. Tapi mbah kakung rela bersepeda berpuluh kilometer dari rumahnya di desa Pracimantoro menuju sekolahnya. Bahkan selama berbulan-bulan tanpa bayaran sepeser pun, beliau rela mengayuh sepeda tuanya itu.


Ketika aku masih duduk di bangku SD, mungkin beliau merindukan masa-masa di sekolah dulu. Jadi, beliaulah yang suka memaksa ibu supaya biar beliau saja yang mengantarku ke sekolah. Aku sudah berani ke sekolah sendiri, tapi beliau malah menungguiku dan mengobrol dengan guruku. Dan ketika aku mendapat PR, beliau yang membantuku mengerjakannya dan tidak jarang justru beliau yang mengerjakannya. Hahaha… tidak salah jika ibu marah, karena aku nanti tidak berkembang. Sekarang, saatnya beliau bernafas lega ketika melihat semuanya menjadi lebih baik karena pendidikan. Beberapa anaknya ada yang mengikuti jejaknya menjadi seorang guru, itu menjadi sebuah kebanggaan tersendiri baginya. Serta melihatku menjadi seperti saat ini, aku pun melihat garis kebahagiaan terpancar di wajahnya.


Pastinya, ada banyak guru-guru yang berjasa bagi perkembangan saya. Mulai dari saya TK sampai saya di bangku kuliah. Semuanya mampu memberi kesan tersendiri bagi saya. Jadi, itulah mengapa Andrea Hirata begitu mengagungkan nama Ibu Muslimah – gurunya. Sama seperti saya yang masih terus mengenang guru-guru saya dan juga kenangan-kenangan indah, nakal, dan jahil dengan beliau.


Guru adalah Pahlawan tanpa Tanda Jasa. Begitu yang sering disebut-sebut selama ini. Saya pun mengakuinya, ketika gaji yang diterima guru tidaklah besar tapi beliau rela bersabar mendidik siswa-siswinya. Tapi saat ini masih adakah guru yang benar-benar tanpa tanda jasa alias rela berkorban untuk kemajuan pendidikan siswa-siswinya. Masih ada banyakkah “mbah kakung – mbah kakung” lain yang mendidik siswa-siswinya tanpa bayaran sepeser pun. Saya yakin ada, tapi saya pun tak tahu berapa…

baca selengkapnya......

Kamis, 16 Oktober 2008

Kotaku panas sekali, sedang sakitkah dikau?

Pada tanggal 17 Oktober 2008, matahari akan terus menyinari kita selama 36 jam (1.5 hari). Dan selama itu Amerika dan tetangga-tentangganya akan gelap 1,5 hari. Ini akan mengkonversi 3 hari menjadi 2 hari besar. Ini terjadi setiap 2400 tahun sekali. Kita beruntung dapat menyaksikan dan merasakannya.



Saya mendapatkan pesan hoax itu di YM pada tanggal 14 Oktober 2008. Mungkin diantara teman-teman juga ada yang sudah mendapatkannya, baik via YM ataupun fasilitas internet lainnya. Tapi, berita ini sepertinya memang marak sekali menyebar di dunia maya.


Dua hari kemudian tepatnya tanggal 16 Oktober 2008, saya membaca sebuah berita di Kompas Online dengan judul “Bohong, Matahari Terlihat 36 Jam”, dengan alasan logisnya demikian;

“Pada sistem rotasi bumi sering disebut memiliki gerak gasing dengan kemiringan sumbu 23,5 derajat, tetapi tetap tidak memungkinkan wilayah ekuator mendapatkan sinar matahari sampai 36 jam dalam 2.400 tahun sekali seperti dinyatakan di dalam kabar bohong itu.” tutur Thomas Djamaludin, peneliti utama bidang astronomi astrofisika pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).

Ditambahkan pula oleh Mezak Arnold Ratag, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), bahwa penyinaran matahari di wilayah ekuator termasuk Indonesia yang memiliki batas koordinat 11 derajat Lintang Selatan (LS) sampai 6 derajat Lintang Utara (LU), rata- rata melihat sinar matahari hanya selama 12 jam plus atau minus 45 menit. Kemungkinan matahari dapat terlihat selama 36 jam sangat tidak mungkin.


Terlepas dari pesan singkat yang ternyata adalah hoax dan bohong belaka, tapi suatu fenomena alam yang saat ini sedang saya rasakan dan keluhkan adalah “Matahari sedang bersinar sangat kejam, membuat kota saya panas sekali akhir-akhir ini.” Bahkan ketika lunch break time saya berjalan melewati perempatan Mirota Kampus Dept. Store, di atas gedungnya terpampang suhu kota yang menunjukkan angka 37ºC. Waahhh gila, pantesan panas sekali. Sungguh panas yang menyengat, membuat gerah, dan malas beranjak keluar kantor kalau tidak kepepet.

Ada apakah gerangan? Biasanya bulan Oktober bumi Jogja sudah diguyur hujan, tapi Oktober tahun ini saya tidak merasakannya. Aneh sekali, ketika di sudut kota Jogja yang lain diguyur hujan lebat, sedangkan di lokasi tempat saya berada panas begitu menyengat.


Saya kira, fenomena ini tidak hanya terjadi di kota Jogja melainkan di kota-kota lain di seluruh Indonesia. Tapi, ketika ngobrol dengan teman dari Pontianak dia justru mengeluhkan bahwa di kotanya hujan turun terus tiada henti. “Wah… wah… bisa-bisa predikat kota khatulistiwa pindah ke Jogja ya.. Atau mungkin garis khatulistiwanya sudah bergeser ke arah lintang selatan.” gurau saya.


Ketika saya mengeluhkan panasnya kota saya ke seorang teman dari India yang tinggal di Oman, dia justru mengatakan pada saya demikian “Seharusnya kamu bersyukur, suhunya baru 37ºC. Di Oman suhu biasanya 42-45ºC, tapi akhir-akhir ini disini juga sangat panas sekali, dan suhunya bisa mencapai 50ºC.” Wahh… gilaa.. Saya mungkin bisa terpanggang jika tinggal disana.


Yah, mungkin inilah alasan mengapa selalu dielu-elukan “Let’s Go Green!” atau “Stop Global Warming!”.


Seperti yang dulu sempat dibahas di Kick Andy pada Jumat, 3 Oktober 2008, bahwa temperatur bumi dibaca lewat suhu di Kutub Selatan dan Kutub Utara. Jika terjadi perubahan suhu di kedua kutub tersebut, maka bisa dikatakan bahwa bumi secara keseluruhan sedang sakit.


Ketika terjadi pemanasan global, es-es di kedua kutub itu akan mencair. Bukan mencair dan menetes seperti yang kita bayangkan jika es batu mencair, melainkan mencair yang seperti tanah longsor. Itu membunuh populasi binatang-binatang kutub di sana dan membuat pulau-pulau di belahan bumi lainnya akan tenggelam ditelan laut.

Menjadi sangat wajar jika di belahan bumi lain panas begitu menyengat sampai terjadi kekeringan, sedangkan di belahan lainnya lagi hujan turun tiada henti sampai terjadi banjir besar. Inilah salah satu efek dari Global Warming.


Saya bukan simpatisan LSM atau apapun itu, tapi saya pribadi mencoba berpikir “Apa yang bisa saya berikan pada bumi saya supaya dia cepat sembuh.” Yah, dengan bertindak sekecil apapun itu, dimulai dari diri sendiri, dari lingkungan kita berada, pastinya dampaknya akan semakin besar. Menghemat listrik, menghemat bensin, menghemat kertas, menghemat pembuangan plastik dan tisu, serta masih banyak lagi.


Ya, karena saya tidak mau jika anak cucu saya hidup susah hanya karena bumi ini sakit-sakitan terus.


baca selengkapnya......

Senin, 13 Oktober 2008

Nasi Goreng di Jl. Legian, Kuta – Bali

Tepat enam tahun yang lalu terjadi sebuah peristiwa luar biasa di Legian, Kuta – Bali. Teror bom menyerang Paddy’s Club dan Sari Club. Kurang tahu pukul berapa tepatnya, tetapi yang paling saya ingat adalah tanggal 12 Oktober 2002 sekitar pukul 11 malam WITA.



Saya memang tidak berada di lokasi kejadian pada saat itu. Tapi saya tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan disana saat itu. Legian – Kuta yang biasanya ramai diisi wisatawan yang tersenyum bahagia menikmati liburannya, tiba-tiba harus menangis kehilangan, menjerit kesakitan, berteriak minta tolong, dan hanya termangu melihat semuanya habis ditelan bom.


Dua bulan sebelumnya yaitu bulan Agustus awal tahun 2002 (saya lupa tepatnya tanggal berapa), saya sedang menikmati liburan keluarga di Kuta, Bali. Malam itu kira-kira pukul 10 malam waktu setempat, saya dan keluarga berjalan kaki menyusuri Jl.Legian. Karena perut lapar, dan tidak ada makanan yang cocok di lidah kami, maka bapak memutuskan untuk mengajak kami makan nasi goreng saja. Nasi goreng jawa yang biasa dijual dengan gerobak, dan banyak ada di kota asal saya, Yogyakarta.


Gerobak penjual nasi goreng yang berhenti di depan sebuah toko yang sudah tutup (saya lupa itu toko apa) dan berada di sebuah gang kecil yang cukup sempit. Ada sedikit meja dan kursi ditata untuk para pembelinya yang mau makan disitu. Aneh memang jika itu ditemukan di Kuta, Bali sebuah tempat yang membuat kita seakan-akan berada di luar negeri karena banyak turis asingnya. Tapi, memang begitulah yang sedang saya alami malam itu. Mungkin sang penjual memang bermaksud menyediakan makanan bagi turis domestik yang tidak cocok dengan menu makanan yang biasa ada di Kuta, seperti steak, spagethi, beef grilled, dll.


Sambil menunggu nasi goreng dibuat, bapak lalu mengobrol dengan penjual nasi goreng itu, dan diketahuinya bahwa ternyata mereka berasal dari daerah yang sama yaitu Banyuwangi, Jawa Timur. Dia mencoba mengadu nasib di pulau seberang dan menjadi penjual nasi goreng di Kuta, Bali. Kembali bapak mengobrol dengan penjual nasi goreng itu menggunakan bahasa jawa, “Niku rame-rame enten nopo tho?” atau “Itu ramai-ramai ada apa sih?”. Lalu dijawabnya demikian “Oo.. niku diskotik, nggih biasane namung turis ingkang remen dolan ting mriku.” atau “Oo.. itu diskotik, ya.. biasanya cuma turis asing yang seneng main ke situ.”


Bapak masih melanjutkan ngobrol dengan penjual nasi goreng itu, sedangkan saya yang saat itu masih duduk di kelas 3 SMA hanya melihat sambil lalu ke kerumunan gedung yang banyak orangnya. Sebuah pemandangan yang sangat biasa terjadi Bali, banyak diskotik dan hampir semuanya tidak ada yang sepi pengunjung.


Dua hari kemudian, kami sekeluarga pulang ke Jogja dan melanjutkan aktivitas harian kami masing-masing. Lalu dua bulan kemudian, pagi hari tanggal 13 Oktober 2002 saya yang tengah bersiap-siap berangkat sekolah tiba-tiba dikagetkan dengan berita di TV yang menjelaskan bahwa semalam baru saja terjadi pemboman di Legian, Kuta – Bali. Seakan tidak percaya, karena sepertinya baru saja saya meninggalkan pulau dewata itu. Karena saya terburu-buru sekolah, jadi berita itu saya simak sambil lalu saja.


Malamnya, kembali saya dan keluarga menonton Liputan 6 SCTV dan hampir seluruhnya isi berita itu tentang peristiwa menyedihkan itu. Satu hal yang membuat saya terhenyak adalah ketika saya mengetahui lokasi pemboman itu “Sari Club”, Jl. Legian, Kuta, Bali. Sebuah diskotik dekat dengan gang kecil tempat penjual nasi goreng itu mencari nafkah. Entah bagaimana nasib penjual nasi goreng itu, meski firasatku mengatakan bahwa dia baik-baik saja, tapi jika malam itu dia memang berada di tempat itu pasti kenangan buruk tentang peristiwa pemboman itu tidak akan hilang dari benaknya.


Sama seperti ingatanku tentang Bali sebelum adanya terorisme.


baca selengkapnya......

Senin, 08 September 2008

Apakah Anda Banci?

Malam ini tepatnya hari Senin, 8 September 2008 pkl. 19.30, saya dan keluarga menonton suatu acara debat di TVOne. Topiknya kali ini cukup aneh dan menggelitik. Dalam pikiran saya “Ada-ada saja sih KPI ini, mungkinkah mereka mendapat desakan dari MUI sehingga mengeluarkan aturan yang aneh itu.”



Akhir-akhir ini beberapa tayangan di TV menggambarkan adegan bencong alias banci bin waria yang terlalu berlebihan. Contohnya; Ivan Gunawan dengan Super Twin-nya, Olga dengan beberapa tayangannya seperti di Ceriwis, Aming dengan Extravaganzanya, dan senior Tessy dengan Srimulatnya. Saya pribadi memang merasa bahwa adegan bencong yang mereka perankan terasa norak. Awalnya memang bagus, lucu, dan menghibur, tapi lama-lama saya bosan sendiri. Terutama dengan peranan Madam Ivan di Super Twin. Sedangkan untuk yang lainnya, okelah… norak tapi cukup menghibur.


Nah, ternyata pemikiran singkat saya ini menjadi kegelisahan di MUI, sehingga (mungkin) mereka mendesak KPI untuk segera mengeluarkan peraturan penyiaran supaya lebih “tertata-tata” lagi. Dengan embel-embel nama “Allah” kemudian dikatakan bahwa “Orang lelaki yang dengan sengaja berperan kewanita-wanitaan adalah salah alias haram. Sedangkan orang lelaki yang memang dari sononya, dari dulunya, dari aslinya memang sudah kewanita-wanitaan adalah halal.”. Nah loo?? Berarti Ivan, Olga, Aming, dan Tessy melakukan pekerjaan haram dong? Benarkah itu dikatakan oleh Tuhan? atau hanya “Tuhan” yang selama ini selalu disebut-sebut oleh mereka?


Saya memang tidak terlalu suka adegan norak banci-banci itu. Tapi, saya tidak merasa gelisah dan terganggu yang teramat sangat. Saya selalu berpikir bahwa diluar sana pasti banyak orang yang menyukai alias ngefans dengan keempat actor banci tersebut. Saya memang tidak, tapi tidak bijak rasanya jika saya lalu mengajak orang-orang untuk ikut tidak menyukai actor tersebut.


Fiuuh… Apa mungkin MUI sudah tidak punya kerjaan lagi ya? Sehingga semuanya yang “dirasa” menyimpang menurut ukurannya lalu diharamkan. Saya dirumah hanya bisa tertawa. Negara kita ini negara yang berdasarkan Pancasila, mengakui dan menghargai perbedaan agama dan keyakinan yang tumbuh di negara ini. Bukan keinginan dan ambisi yang tepat jika ingin menjadikan bangsa ini berdasarkan hukum Islam saja. Meski mayoritas penduduk adalah Islam, tetapi masih ada penduduk lain yang hidup disini kan


Okey, kembali ke peraturan yang dikeluarkan KPI yang sepertinya belum disahkan. Menurut saya, itu terlalu berlebihan. Kecurigaan saya seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, adalah bahwa KPI seakan mendapat tekanan dari MUI supaya mengeluarkan peraturan itu. Bukankah seharusnya dikaji lebih dalam lagi?


Peraturan itu berasa berlebihan. Tidak perlulah mengatas namakan “Tuhan”, rasanya diri ini yang paling suci sendiri. Tidak perlulah sampai mengharamkan itu, bukankah itu pekerjaan para actor tersebut. Mengharamkan berarti melarang, dan melarang berarti mematikan sumber pangan mereka. Dan tidak perlulah sampai peraturan itu keluar, cukup teguran biasa ke actor itu supaya lebih sopan dalam memerankan “warianya”, serta teguran biasa ke masing-masing stasiun tv supaya juga bisa mendukung peran waria yang lebih tertata.


Heboh pemilu di Amerika sekarang ini, kita pun juga ikut-ikutan heboh memikirkannya. Tapi sadarkah kita bahwa negara kita Indonesia ini jauh lebih penting. Tahun depan negara kita juga akan menghadapi Pemilu. Pemimpin apa yaa.. yang bisa membawa negara ini ke arah yang lebih baik, yang lebih menghargai perbedaan, yang mempunyai pegangan kuat dan tidak bisa dipengaruhi atau disetir oleh pihak manapun. Dan yang pasti benar-benar berjiwa nasionalis yang kepancasilaan.



Jadi, apakah Anda salah satu banci yang dimaksudkan oleh KPI dan MUI? Bersiap-siaplah. Dan sekarang ini berhati-hatilah dalam bertindak, bisa-bisa kita dikatakan haram.. J


baca selengkapnya......

Rabu, 30 Juli 2008

I can be a wonderful woman

Seharian kemarin, saya menghabiskan waktu di rumah membaca sebuah majalah. Majalah Marketing edisi lama sebenarnya, edisi bulan April tepatnya. Sudah lama saya mengincar untuk mambaca majalah ini, tapi selalu saja ada alasan yang “jelas” dan “tidak jelas” untuk saya tidak membawanya pulang dan membaca di rumah. Akhirnya, setelah terpendam selama 4 bulan, majalah yang sudah lecek itu (karna berpindah dari tangan ke tangan) sekarang ada di samping komputer saya dan sudah saya lahap habis selama 1 hari full.


Isunya yang diangkat menarik, tidak jauh dari hari Kartini di bulan April saat itu, yaitu tentang “Top Female Marketers”. Saya bukanlah seorang marketer dan saya tidak tertarik bekerja di bidang marketing. Sudah pernah saya mencoba menjadi marketer, tapi tidak juga berhasil. Mungkin, faktor keinginan yang tidak kuat itu menjadi alasannya. Yah, saya sekarang sudah memilih untuk menjadi seorang editor buku, memilih naskah menarik berdasarkan idealisme pasar, menyusunnya sedemikian rupa supaya menarik dan banyak yang membeli, lalu meminta tolong pada marketer perusahaan untuk memasarkannya. Jadi, meski sedikit berbau “pasar” alias market, tapi saya bukan marketer.


Satu tokoh wanita yang diangkat oleh majalah Marketing yang menarik hati saya sudah lamaaa sekali adalah Supia Latifah Alisjahbana (pendiri femina group). Meski tidak begitu dibahas lebih dalam seperti tokoh lainnya, tapi beliau masuk dalam “Top 19 Female Marketers Indonesia”. Hebat sekali bukan… Saya dulu mengetahuinya dari produknya, majalah Femina yang sering dibaca ibu saya. Lalu majalah Gadis yang kemudian saya berlangganan ketika masih SMA. Sekarang, majalah CitaCinta yang sering saya baca di usia yang sudah bukan teenager lagi.


Dulu, impian saya adalah bekerja di Femina Group. Tapi saya benci dengan suasana di Jakarta. Seandainya perusahaan itu memiliki cabang di kota-kota lain seperti Semarang, Surabaya, Solo, atau Yogyakarta. Hmm… saya pasti sudah mendaftarnya dari dulu-dulu. Tapi, sekarang ini dengan berprofesi sebagai editor buku Galangpress Group di Yogyakarta, tidak membuat saya menyesal sedikit pun. Saya sudah memilih dan saya bertanggung jawab atas pilihan saya untuk mencapai impian saya.


Jujur saja, banyak ide yang saya dapatkan dari membaca majalah Marketing tersebut.

Ide untuk menulis buku (masa cuma jadi editor buku saja sih..).

Ide untuk berjuang mencapai posisi Top dalam perusahaan (masa mau jadi karyawan bawah terus sih).

Ide untuk berjuang mendirikan sebuah bentuk usaha baru (masa mau jadi karyawan terus sih, kapan jadi ownernya).

Dan saya tahu, ide kalau cuma ide tidak ada artinya tanpa sebuah tindakan nyata.


Masalah tentang “pilihan karir” yang mendera satu minggu yang lalu, seharusnya mampu membuat saya semakin fokus dalam mengejar impian saya. Dan semakin membuat saya bergairah untuk menjalankan ide-ide saya tersebut. Yah… siapa tahu.. saya akan menggenapkan menjadi wanita ke-20 dalam Top 20 Woman Female Marketers Indonesia. Hehehe…


Tapi lepas dari itu, ke 19 wanita tersebut memang benar-benar mampu menginspirasi saya sebagai sosok wanita di dunia ini. Tidak memanjakan dan mengistimewakan diri mentang-mentang saya perempuan. Tidak merasa minder untuk memimpin karna saya ini perempuan. Serta tidak melupakan kodrat saya sebagai perempuan, karena saya memang perempuan.


Cita-cita saya mungkin terdengar abstrak, tapi pasti susah ketika itu dilakukan secara bebarengan. Coz, I wanna be a good daughter for my parents. Be a good sister for my brother. Be a good career woman for my company. Be a good girlfriend for my boyfriend. Be a good wife for my husband (not yet). And finally (not yet, but sumday..) be a good mother for my children.


Jadi wanita zaman sekarang memang susah sekali. Tidak hanya berperan mengerjakan “4-ur” (dapur, lulur, kasur, dan sumur) seperti dulu. Tetapi berperan aktif juga di dunia karir. Apalagi sekarang ini susah sekali jika hanya mengandalkan satu sumber pemasukan, jadi sebagai wanita masa ya tega lihat suaminya banting tulang peras keringat bersimbah darah untuk mensuplai kebutuhan rumah tangga. Tapi, bukan berarti sebagai wanita pekerja pula lantas bekerja setengah-setengah dan puas dengan posisi staf yang didudukinya sekarang.


Menurut saya, sudah bukan zamannya lagi pemimpin haruslah seorang pria. Sudah bukan zamannya lagi gaji pria harus lebih tinggi daripada wanita. Sudah bukan zamannya lagi pria anti dengan urusan dapur yang biasa dikerjakan wanita. Sudah bukan zamannya lagi pria marah lantaran wanita terlihat lebih unggul dibandingkan dirinya. Dan seharusnya bukan zamannya lagi, gara-gara emansipasi wanita yang diagung-agungkan kemudian wanita menjadi kaum feminis yang menuntut segala sesuatunya lantas melupakan kodratnya sebagai seorang wanita.


Saya bukan seorang feminis sejati. Tapi saya hanyalah seorang wanita yang akan berpegang pada prinsip feminis di saat-saat tertentu. Dan saya akan ingat kodrat saya sebagai wanita di saat-saat tertentu pula. Kesetaraan gender, itu bahasa simpelnya. Ya. Karena saya memang seorang wanita biasa yang sedang bermimpi dan berjuang untuk menjadi wanita luar biasa bagi orang-orang yang begitu luar biasa di hati saya..


baca selengkapnya......

Senin, 16 Juni 2008

Dimana Ke’Bhineka Tunggal Ika’an Kita??

Di kantor saya, setiap hari Selasa pkl. 09.30 selalu diadakan “Forum Sejaman” khusus divisi Redaksi. Sebuah forum yang hanya diadakan 1 jam saja, tapi disini segala hal bisa dibahas. Tidak hanya masalah yang berbau pekerjaan saja melainkan juga hidup dan kehidupan kita.


Karna saya bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang penerbitan buku, awalnya Forum Sejaman ini membahas tentang pekerjaan seorang editor, penggunaan kalimat baku dan non baku, belajar mengedit foto & gambar, menulis sastra dan non sastra, dsb. Lalu semuanya menjadi semakin berkembang, kami juga membahas tentang perjuangan wanita terutama dalam dunia pekerjaan saat ini, pentingnya mengucapkan “tolong-maaf-terimakasih”, hidup sehat di rumah dan di kantor, tentang spirit baru di kantor kami yaitu “Do Skyrocket!”,dsb.


Dan 1 minggu yg lalu, kami baru saja mengadakan nonton bersama di Forum Sejaman ini. Sengaja diletakkan di akhir jam kerja supaya tidak menganggu pekerjaan. Akhirnya, petang itu pkl 17.30, kami memulai nonton bersama film berjudul “Schindler’s List”. Sebuah film tentang perjuangan Oscar Schindler membangun perusahaan pembuat pancinya di tengah bergejolaknya Perang Dunia ke II. Bersetting di Jerman yang saat itu terjadi pembantaian umat Yahudi besar-besaran oleh tentara Nazi.


Secara tema, film ini mungkin biasa saja, karena film yang bertemakan serupa sudah banyak sekali dibuat. Secara teknik perfilman juga tidak ada yang menonjol. Film ini dibuat hitam-putih dan baru berwarna ketika di akhir film. Setahu saya, ini karena dlm film ini banyak menampilkan pembantaian dan supaya tidak terlalu terlihat sadis, dibuat hitam-putih sehingga warna darahnya tidak terlalu mencolok.


Ohya, kata teman-teman saya film ini sempat dilarang diputar. Kurang tahu karena apa, tetapi sepertinya karena unsur kekejaman yang tampak tanpa ditutup-tutupi. Namun, kalau tidak salah dan setahu saya juga… Setelah film ini diperbolehkan diputar, film ini justru mendapatkan penghargaan (entah di bidang apa). Ya, satu komentar saya secara teknis: akan lebih bagus jika percakapannya menggunakan bahasa jerman dan bukan bahasa inggris, pasti akan lebih mengena.


Namun, saat ini saya tidak ingin banyak membahas tentang film itu. Film itu bagi saya adalah sebuah film yang membuat saya memikirkan negara saya ini, Indonesia. Sekarang ini, memang tidak ada lagi perang yang penuh kekejaman secara fisik. Kalaupun ada, tidak secara nyata dan mencolok disorot oleh media.


Pembantaian umat Yahudi saat itu membuat saya kembali tersindir pada fenomena yang terjadi belakangan ini. Apalagi tragedi Monas 1 Juni lalu. Bisa-bisa “pembantaian” itu kembali terjadi. Pembantaian yang mungkin tidak secara fisik seperti dulu terjadi, melainkan pembantaian secara mental dan spiritual. Pantaskah hanya karena perbedaan, kemudian dibesar-besarkan dan dijadikan alasan untuk perpecahan??


Jujur saja, saya terkikik dan sedikit jengkel ketika menonton “Apa Kabar” di TvOne, hari Senin 9 Juni 2008 lalu. Mengapa sih agama diperdebatkan? Mengapa sih dasar negara kita yaitu UUD’45 dipermasalahkan? Mengapa hanya karena kata “Allah” di dalamnya kemudian dikaitkan kepada hukum Allah, lalu ditarik lagi yaitu hukum Islam?? Negara Indonesia memang negara yg berdasarkan hukum, tapi bukan berdasarkan agama. Jadi, jelas-jelas negara kita bukan berdasarkan hukum Islam.


Saya tidak habis pikir!! Dimana ke-bhineka tunggal ika’an kita yang dulu pernah kita agung-agungkan?? Dimana pelajaran selama kita sekolah dulu yang selalu menyebutkan bahwa di negara ini diakui 5 agama: Islam, Katolik, Kristen, Hindu, dan Budha??


Saya suka dengan kalimat yang diucapkan Sri Sultan HB X di Kick Andy waktu itu. Bahwa penduduk suku Jawa adalah penduduk paling banyak di Indonesia, tapi bukan berarti kita jadi semena-mena dan sombong karena ke-mayoritas’an kita. Melainkan kita seharusnya bisa bersikap rendah hati dan mengayomi penduduk suku-suku lain. Nah… Islam adalah agama dengan jumlah penganut paling banyak di Indonesia ini. Bukankah seharusnya bisa bersikap rendah hati, dan mengayomi penganut agama lain?


Akankah peristiwa di film Schindler’s List terjadi lagi? Tragedi Monas 1 Juni itu hanyalah satu potret kecil tentang kepicikan dan keegoisan negara kita. Dan kalau dibiarkan, bisa-bisa pembantaian akan benar-benar terjadi. Yah… saya pikir pemerintah seharusnya bisa bersikap bijak untuk mengeluarkan berbagai Surat Keputusannya.


Jadi, untuk saya dan Anda sebagai rakyat jelata ini... Mengapa kita tidak menjadi berkat bagi sekitar? Mulai dari sekarang…

baca selengkapnya......

Jumat, 23 Mei 2008

Are We Happy Now?

Malam itu, saya mendapat sms dari seorang teman lama. Dia menanyakan kabar & saya balas balik dengan menanyakan bagaimana kabarnya. Lalu ia membalasnya dengan kalimat “not really good than yesterday..”. Hhmm… itu membuat saya bertanya-tanya, ada apa dengannya ya.. Karna selain mendengar kabar yang terdengar tidak begitu baik ini, saya pun sering membaca postingan di bulbod FSnya yang rata-rata tentang keluhan hidup. Ada apa dengannya yaa…


Lalu, rasa penasaran saya itu membuahkan sebuah sms dari saya yang berbunyi “Menurutmu bahagia itu apa?” Sebuah sms singkat, terkesan tidak penting, lari dari pokok pembicaraan, justru menambah panjang pembicaraan sampai berlanjut ke email-email’an, dan mungkin malah membuatnya sebel.


Apa itu bahagia?

Ada banyak orang bilang Hidup Itu Pilihan (ya, begitu pula dengan yang ia katakan). Tapi, tidak dengan saya. Karna menurut saya, BAHAGIA ITU PILIHAN.


Okey, sekarang pertanyaan sebaliknya. Apa sih definisi kata: tidak bahagia.

- tidak mendapatkan yang diinginkan/diharapkan/dicita-citakan

- salah ambil keputusan, dan hasilnya? gagal total

- sedang patah hati, orang yang disukai suka dengan orang lain atau mungkin diselingkuhi

- keluarga tidak harmonis & suasana rumah tidak menyenangkan

- teman-teman menyebalkan semua, tidak ada yang care

- suasana kerja membosankan, kena marah bos/persaingan tidak sehat antar relasi

- dll


Sekarang, pertanyaan lain muncul. Bagaimana caranya membuat hal-hal yang tidak membahagiakan itu menjadi bahagia?

Coba pikirkan… dan.. sudahkah Anda punya jawaban?



Satu kata saja. Yaitu “bersyukur”.

Ya, bersyukur! Ketika kita bersyukur, kita akan selalu berusaha melihat sisi positif dari itu semua.

- tidak mendapat yang diinginkan, karna Tuhan tahu apa yang kita butuhkan BUKAN yang kita inginkan.

- salah ambil keputusan, kita bisa banyak belajar dari kesalahan bahkan akan jauh lebih kaya pengalaman dibanding dengan yang tidak punya pengalaman ketika jatuh.

- sedang patah hati/cemburu, berarti dia bukan yang terbaik untuk kita. Tuhan sudah sediakan yang terbaik buat kita.

- keluarga tidak harmonis & suasana tidak nyaman. Kenapa tidak dari kita yang berusaha untuk membuat suasana jadi menyenangkan. Memberi perhatian lebih pada masing-masing anggota keluarga kita & berdoa selalu untuk mereka. Rumput tetangga memang lebih hijau, tapi di keluarga manapun kita dilahirkan & dibesarkan, Tuhan pasti punya rencana akan itu.

- teman-teman tidak ada yang care. Jangan pesimis donk, Tuhan care lo.. Kalo Tuhan tidak care, sudah dari dulu kontrak hidup kita habis & tidak punya kesempatan menikmati hidup ini. Tapi, tidak stop sampai disitu aja. Kenapa tidak kita tetap berusaha care dengan teman-teman kita, sebagai perpanjangan tangan Tuhan.

- suasana kerja, bos & teman-teman di kantor menyebalkan. Tetap semangat kerja donk.. Keep smiling & tetap berjuang untuk menunjukkan yang terbaik dari kita, serta bahwa kita bisa. Bisa saja lo.. kesalahan bukan pada mereka tetapi lebih pada diri kita.

- dll…


Nah, sekarang bayangkan.. Jika kita tidak berusaha mengubah hal-hal yang tidak membahagiakan itu menjadi bahagia?

Mungkin kita akan ….

- menyesal, tahu begitu kemarin tidak seperti ini

- marah, kenapa sih musti saya

- mengeluh, apa sih mauNya kemarin bikin senang sekarang bikin susah. Pinginnya hari ini senang, tapi kok susah.

- lari dari kenyataan & bersenang-senang duniawi, Dia saja tidak bisa memberi kesenangan kok.

- menyalahkan orang lain, tuh kan gara-gara ibu, bapak, adik, kakak, atau teman-teman, saya jadi susah seperti ini.

- merasa tidak dianggap, ngapain “mengganggap orang” kalau saya sendiri tidak dianggap.

- menyerah dan berhenti berusaha, malas ah, capek ah.. susah-susah tidak ada arti dan hasilnya yang bagus.

- dll..


Nah… inilah yang saya maksud dengan “Bahagia adalah sebuah Pilihan hidup” karena disadari atau tidak, Bahagia itu menentukan jalan hidup.


Ketika kita bangun pagi dan memutuskan untuk “Oke Tuhan! Trimakasih Tuhan buat hari ini. Hari ini saya memutuskan untuk menjadi laki-laki/perempuan yang bahagia.”


Maka. apapun keadaannya, apapun yang terjadi saat itu. Susah, senang, bete, ngeselin, dll. Bukannya kita menjadi bete, suntuk atau yang lainnya. Namun, jika kita sudah berpikiran untuk harus bahagia, maka kita akan berusaha melihat dari sisi positif serta selalu BERSYUKUR disetiap kejadian, peristiwa dan keadaan.


Mengeluh, menyalahkan, ngedumel atau sejenisnya.. Itu memang wajar jika dilakukan. Asal selama porsi yang wajar. Kalau sudah berlebihan, bisa bikin sebal yang denger juga atau mungkin bikin berpikir bahwa orang itu cari perhatian & belas kasihan. Sedikit mengeluh, menyesal kemudian bersyukur, itu yang lebih baik.


Bahagia adalah sesuatu yang diungkapkan dengan rasa syukur. Itulah arti yang lebih dalam dari sebuah kata bahagia. Ketika saya memutuskan untuk bahagia, saya akan bersyukur dengan segala hal yang saya dapatkan. Karena bahagia = bersyukur = pilihan.


Sekarang bagaimana dengan Anda? Apakah Anda berbahagia hari ini?

baca selengkapnya......

Rabu, 09 April 2008

Tuhan… AgamaMu Apa?



Beberapa minggu terakhir ini, kita digegerkan dgn film Fitna, karya Geert Wilders org Belanda. Saking penasarannya, saya mencoba mencari sampai dapat. Ya, saya berhasil dapat, 2 program malah: Avi dan Flv. Hehehe… rasa penasaran saya terjawab juga akhirnya. Saya tonton film itu bersama teman2, setelah itu saya tonton bersama adik di rumah.


Wah..wah.. sekarang ini bukan modelnya lagi perang rebutan kekuasaan tanah jajahan. Tetapi, perang rebutan kekuasaan hati, jiwa dan rohani orang.


Saya percaya bahwa terorisme yang terjadi dan ditampakkan itu benar2 ada. Tapi, saya tidak percaya bahwa Tuhan mengajarkan seperti itu? Saya meyakini bahwa semua agama di dunia ini memiliki tujuan yang sama, yaitu kebahagiaan di akhirat kelak. Hanya saja, jalannya lain2. Seperti pepatah, banyak jalan menuju Roma. Ya.. banyak jalan menuju surga.


Tidak ada satu alasan pun untuk mengunggulkan ajaran agamanya masing2. Toh, yang menghakimi kita kelak adalah Tuhan yang sama kan? Mari kita buka kitab kita masing-masing, bukankah sudah ditulis secara jelas, siapa Dia?


Saya juga percaya, Tuhan tidak pernah mengajarkan untuk membunuh orang lain. Justru Tuhan mengajarkan kita untuk saling mengasihi dan menghormati, kepada semua sekalipun mereka berbeda dgn kita. Coba deh, kembali buka kitab kita masing2, yang kita percayai kebenarannya itu?


Saya sangat menyayangkan, ketika ada sekelompok orang berperang dengan membawa nama suatu agama, karena itu berarti membawa nama Tuhan. Mau bunuh sesama kok bawa2 nama Tuhan. Bukankah kalau kita mengatakan bahwa kita mengasihi Tuhan, seharusnya pun kita menunjukkan bahwa kita mengasihi sesama. Wajah Tuhan ada di setiap diri kita. Kalau kita membunuh orang, berarti kita membunuh Tuhan.


Menjelang hari Tuhan, akan banyak nabi-nabi palsu dan ajaran-ajaran sesat. Ya! Saya lebih meyakini bahwa inilah salah satu pertandanya. Ketika dulu di dalam ajaran Kristen ada Saksi Yehuwa, dan itu dicekal. Lalu di dalam ajaran Islam ada Al Qyadah (maaf kalau salah tulis), dan itu pun juga dicekal. Lalu? Mengapa ini tidak dicekal? Saya merasa bahwa ini pun penyimpangan dari ajaran Islam yang sesungguhnya.


Mungkin kah karena jaringan mereka sudah besar dan tidak bisa dikalahkan lagi. Atau ajaran mereka sangat keras dan kuat terpatri dalam diri para anggotanya. Sehingga keinginan untuk mencekal itu sangat sulit.


Apapun jawabnya. Saya benci situasi seperti ini. Dimana orang2 tidak lagi saling menghormati dan mengasihi. Dimana orang2 saling mencurigai dan menghakimi sendiri. Dimana orang2 mendewakan agama dan merasa ajarannya paling benar. Padahal, di dunia ini tidak ada yang sempurna dan paling benar, kecuali Tuhan yang cuma satu. Lalu? Apa agama Tuhan? Ya.. agama Tuhan itu terpancar dalam diri setiap orang di muka bumi ini, termasuk Anda dan saya… baca selengkapnya......

Senin, 24 Maret 2008

Are We Love Our Nature ?


World Silence Day. 21 March 2008. 10.00 am – 02.00 pm.


Saya rasa informasi itu sudah tersebar ke seluruh penjuru dunia. Terutama bagi yang selalu mengupdate informasi yang tidak hanya melalui media televisi. Saya sendiri, mendapat informasi tersebut melalui internet. Tidak hanya satu email yang saya dapat, tapi rasanya hampir setiap milis yang saya ikuti memberikan informasi tersebut. Belum lagi dengan instant message melalui yahoo messenger. Singkat, padat, dan persuasif.


Ditambah lagi ketika pagi itu, saya sedang bersiap-siap berangkat kerja. Radio yang berbicara sendiri itu menjelaskan tentang World Silence Day. Dengan lebih persuasif lagi, narasumber yang lebih kompeten pun ikut diwawancara langsung via telepon. Ya.. pagi itu.. saya menjadi berpikir.. kenapa saya tidak mencoba sedikit mengikutinya ya? Toh, tidak ada salahnya. Tapi… kira-kira bagaimana dengan orang lain ya, apakah banyak yang tahu juga?


Tidak jauh berbeda dengan Hari Raya Nyepi yang dianut oleh umat Hindu. Setahu saya (karna saya bukan umat Hindu), di hari Nyepi mereka tidak boleh menyalakan listrik dan beraktivitas. Bahkan selama satu hari penuh itu, semua aktivitas yang berhubungan dengan listrik menjadi mati total. Mereka menjalankan ritual khusus di Pura dan rumah masing-masing. Dan Bali yang biasanya tidak pernah mati itu, menjadi sepi, lengang dan mati…


Ternyata, kelumpuhan total selama 1 hari itu, mampu mengurangi emisi gas karbondioksida sebesar 60.000 ton! Itu baru di Bali saja, bagaimana kalau diseluruh dunia? Itulah yang diceritakan oleh narasumber yang saya dengar di radio tersebut.


Jadi, ketika Konferensi Green Day yang diadakan di Nusa Dua-Bali kemarin. Pihak Indonesia mengusulkan untuk mengadakan World Silence Day pada 21 Maret 2008. Di seluruh dunia dan hanya dalam waktu 4 jam saja. Tidak untuk melakukan ritual-ritual khusus seperti yang umat Hindu lakukan. Tetapi terutama hanya tidak beraktivitas yang mengeluarkan gas karbondioksida. Ya..mungkin seperti nyepi sedunia dan hanya sesaat.


Di Indonesia sendiri, World Silence Day berlangsung di hari Jumat, saat hari libur nasional Jumat Agung. Berarti, rasanya tidak cukup sulit bukan bagi saya untuk menjalankan ritual nyepi. Pkl. 07.00 saya akan pergi ke gereja untuk kebaktian Jumat Agung, lalu mulai pkl. 10.00 saya akan duduk dirumah dan membaca setumpuk komik dan buku yang sudah lama saya beli namun tak pernah ada kesempatan untuk membacanya. Dilanjutkan tidur siang dan setelah bangun, sudah lebih dari pkl 14.00. Yaa.. saya bisa menyalakan motor saya lagi. J


Namun, kamis malam itu teman mengajak saya untuk ikut menengok Bpk. Pendeta yang sedang sakit dan terkapar tak berdaya di rumah sakit. Tanpa ragu-ragu saya langsung mengiyakan, “OK. Jam 09.30 kumpul di gereja ya..” Ya, akhirnya saya pergi dari pkl. 09.30 hingga pkl 12.00. Sampai dirumah, bukannya tidur atau membaca seperti yang sudah saya rencanakan. Tetapi, mengambil resep masakan dan mulai menyiapkan bahan-bahan, lalu mulai memasak “mini pizza”.


Sambil menunggu, pizza matang di oven. Saya tiba-tiba berpikir “Ya ampun… ini kan hari nyepi sedunia ya?” Lalu saya hanya tertawa dalam hati dan bipikir “Fiuh.. ternyata gak segampang itu ya? Saya sudah menyalakan motor untuk pergi, sudah menyalakan api untuk memasak. Berarti? Saya sudah mengeluarkan berapa gas karbondioksida ya?


Ternyata… hidup manusia ini tidak pernah lepas dari semua benda dan hal yang mengeluarkan gas karbondioksida. Kendaraan bermotor, kompor, dan masih banyak lagi. Tidak heran jika para pemerhati lingkungan sibuk memikirkan bagaimana caranya mengurangi emisi gas karbondioksida. Mengganti bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, mengurangi penggunaaan barang-barang yang pembuatannya merusak lingkungan, dll.


Wah… seandainya saja World Silence Day kemarin benar-benar dilakukan oleh semua orang di seluruh dunia. Jadi seperti apa ya dunia ini? Tidak ada motor dan mobil yang lalu-lalang, bandara dan stasiun menjadi sepi dan mati. Rasanya sepi… tapi udara ini pasti segar…

baca selengkapnya......