Selasa, 20 April 2010

Mengapa Orang Menikah?

Apa alasan seseorang untuk menikah? Tolong beri saya satu jawaban terhadap pertanyaan ini. Mungkin ada yang menjawab, "untuk memenuhi permintaan orang tua", "untuk memenuhi perintah agama", "karena saya sudah menemukan pendamping hidup saya yang sejati", "untuk punya keturunan", dll. Ada satu jawaban dr teman saya yang cukup menyentil, "nikah itu untuk melegalkan hubungan seksual". Hhmm.. hanya itu saja? Lalu, di mana makna kudus sebuah pernikahan??


Di usia saya yang menjelang seperempat abad ini, pertanyaan2 klise sering terlontar, "kapan married nik?". Kan udah saatnya, kan usianya pas, dan masih banyak kan..kan.. yang lain lagi. Wow!! Siapa sih yang menetapkan batas usia menikah itu?? Tuhan gak pernah bilang "Hey, umatku.. menikahlah di usia 25 tahun." Atau apalah itu.. Yang lebih mengenal diri saya adalah saya sendiri. Jadi, mau kapan saya menikah, saya yang bs menjawab itu. Jawaban yang bukan untuk disebarluaskan. Saya jg punya impian, tp bukan untuk diumbar-umbar.

Kembali ke esensi sebuah pernikahan. Saya sering berpikir, "ngapain sih nikah, kalo ternyata kata bnyk orang yang sudah nikah, menikah itu bukan urusan mudah." Potret dunia pernikahan dalam kepala saya memang beragam. Dan inilah yang membuat saya sering bertanya2, "buat apa menikah?"

Menikah adalah sebuah komitmen. Apa yang sudah dipersatukan Tuhan tidak bisa diceraikan oleh manusia. Namun, banyak hal yang bertentangan terjadi. Pasangan dgn mudah menikah dan dengan mudah bercerai. Pasangan menikah, tapi ketemu sama suami/istrinya aja malesnya bukan main. Pasangan menikah, tapi enggak ada rasa kangen meluk atau cium suami/istrinya dgn kemesraan. Pasangan menikah, tapi lebih baik waktunya dihabiskan untuk bekerja atau pergi sm tmn2nya, drpd ketemu suami/istrinya di rmh. Pasangan menikah, tapi hal-hal pribadi justru diceritakan ke sahabat lawan jenisnya daripada ke suami/istrinya. Pasangan menikah, tapi jika ada kesulitan bukannya minta tolong pada suami/istrinya, melainkan pada orang lain lawan jenisnya.

Yahhh.. Banyak sekali potret hal2 seperti itu dalam hidup saya. Dan jika yang terjadi memang demikian, itu sama saja seperti yang dikatakan teman saya bahwa "menikah itu tidak lebih dari melegalkan hubungan seksual."

Saya bukan wanita aliran feminis (mentang2 hari kartini yaa.. hehe). Saya seorang wanita tulen yang tidak anti terhadap pernikahan dan tetap memiliki impian untuk menikah dengan seorang pria pilihan saya, yang saya kasihi, dan menikahnya kami bukan karena perintah orangtua, melainkan kesadaran kami bersama.

Tulisan ini hanya bermula dari keprihatinan saya dengan dunia pernikahan saat ini. Dengan mudah orang-orang mengucapkan "would you marry me?" dan mengucapkan janji pernikahan. Tapi dengan mudah pula, semuanya berakhir di meja pengadilan. Bahkan kesamaan keyakinan dan juga larangan dari lembaga agama yang melarang perceraian pun, tetap tidak bisa menghalangi sebuah perpisahan.

Lalu, buat apa orang menikah??

Semoga.. tulisan pendek saya ini bisa mengajak teman-teman semua untuk menghargai esensi dari pernikahan. Yang sudah menikah tapi merasakan hal yang hambar dengan pasangannya, coba diingat-ingat kembali "mengapa saya dulu memilihnya dengan sadar sebagai pasangan hidup saya". Peluk dan cium lagi pasangan Anda dengan penuh kemesraan seperti yang pernah Anda lakukan dulu. Tidak ada yang membosankan dalam dunia ini, kecuali Anda bisa menciptakan penyegaran-penyegaran yang bisa menghangatkan.

Bagi yang akan menikah, selamat sudah berani memutuskan keputusan pertama dan terakhir dalam hidup Anda. Pikirkan lagi, apakah benar2 dia orang yang Tuhan beri kepada Anda. Jangan sampai setelah cincin melingkar di jari manis kanan, Anda baru menyesalinya karena baru menemukan orang yang Anda benar2 cintai.

Dan bagi yang belum menikah, sabar sajaa... Hanya Anda yang punya jawaban atas itu semua. Tidak perlu termakan dgn pertanyaan2 klise "kapan married?" itu. Anggap saja itu sebuah doa. Tapi juga jangan terburu-buru. Bisa jadi kan, di detik2 menjelang keputusan penting itu, Tuhan beri kejutan yang lain.

Intinya, mari kita menghargai pernikahan. Mari kita hargai perasaan orang yang kita nikahi itu. Kita mungkin merasa bahwa kita sudah menghargainya, tapi kita tidak tahu apa yang benar-benar ada dalam pikirannya.

"Happy Wedding"

6 komentar:

Indrato mengatakan...

Orang menikah banyak alasan nya, Gw juga punya beberapa alasan yang membuat gw ingin segera menikah. Diantara nya juga karena dorongan seksual yang tinggi. Alasan lain, ingin mendapat berkah dari pernikahan, kedengaran nya gw cuma ikut ikutan aja atau cuma sekedar omong aja tapi kenyataan nya setelah gw baca buku2 tentang pernikahan gw jadi kepengen juga mendapatkan berkah pernikahan. Setelah gw menikah memang pernikahan itu banyak membawa berkah, Hanya saja ada yang menyadari nya ada yang tidak.

Selain itu gw menikah juga supaya lebih banyak dapat pahala, karena orang yang menikah jadi lebih banyak sumber pahalanya.

Banyak juga alasan lain nya, tapi itu aja cukup kok.

Mengenai kapan seseorang menikah, memang gak ada ketentuan. Saya sendiri setuju dengan pendapat menikah lebih baik secepat mungkin setelah siap. Banyak keuntungan nya dibanding kerugian nya. Salah satu alasan klasik yang saya setuju adalah nanti bila kita sudah tua, anak anak sudah dewasa dan bekerja.
Coba misal nya kita nikah umur 30, ketika anak kita umur 20 tahun kita sudah 50 tahun. Belum lagi nanti adik nya, atau kalau kita tidak langsung bisa punya anak dll.

Alasan lain buanyak. Jadi sebenar nya kalau ada yang nanya kapan nikah pada orang yang sudah berumur atau siap saya rasa sangat wajar.

Tapi memang kalau kita nya belum siap atau ada kendala yang lain ya masalah nya jadi bisa berbeda.

Satu point penting yang mungkin tidak disadari adalah bahwa kita harus sudah mempersiapkan diri sedini mungkin dan berusahalah untuk segera dapat menikah. Banyak orang yang sudah kerja dan siap menikah tapi gak tau kapan mau menikah dan gak berusaha ke arah sana, jadi hanya jalanin aja kehidupan nya kalo nanti nikah ya nikah aja.

Nonie mengatakan...

Hai Mas Indrato.. :) Salam kenal. Thanks for sharing..

Pernikahan itu pilihan. Tidak memilih utk menikah juga tidak masalah. Seperti juga Mas Indrato yg memilih utk menikah dgn alasan2 tersebut. Tidak menjadi masalah kok. Asal setiap orang yg sudah memilih itu, bertanggungjawab terhadap pilihannya. Saya percaya Mas Indrato bertanggungjawab akan itu. :)

Pendapat orang terhadap esensi sebuah pernikahan memang beragam. Dan kita harus menghargai itu. Karena, pernikahan itu salah satunya adalah menghargai setiap perbedaan dalam diri pasangannya.

Indrato mengatakan...

Salam kenal juga, saya sekedar berbagi saja kok. Saya baca ini dari forward-an teman saya di email.

Benar, pendapat orang berbeda beda. Ada yang ingin menikah dan ada yang juga mungkin tidak ingin menikah. Teman kakak saya yang juga menjadi teman saya sampai umur mungkin sekitar 39 atau 40 masih belum menikah. Saya sesekali mengingatkan juga sih tapi sambil lalu saja mengingat dia lebih tua dari saya.
Tante saya juga belum menikah sampai sekarang, mungkin umur nya sekitar 50 menurut om saya.

Sewaktu saya kuliah d3, saya berangan angan ingin menikah setelah menyelesaikan sarjana dan bekerja beberapa tahun. Namun saat saya telah mengambil kuliah ekstensi selama 1 tahun, tiba tiba kesehatan saya menurun dan mulai sakit sakitan. Saya sudah berobat ke dokter namun tidak banyak berubah. Saya bahkan berobat alternatif kemana mana, sampai puluhan tempat namun tidak banyak membuahkan hasil. Untunglah saya berhasil menyelesaikan kuliah saya.

Sakit saya aneh aneh, pernah mata saya merasa seperti ditusuk dan saya tidak bisa melihat benda yang meruncing seperti pensil, hiasan pagar, atau apa saja yang runcing. Mata saya jadi berair karena sakit.

Setelah selesai kuliah, sakit saya bertambah parah, bahkan pernah saya seminggu hanya bisa berbaring saja karena nafas saya senin kemis. Saya bangun dari tempat tidur hanya untuk shalat, mandi dan keperluan yang mendesak lain nya.

Nah hal membuat saya mengurungkan niat saya untuk menikah, saya memutuskan untuk tidak menikah sebelum saya sembuh.

Suatu saat saya membaca buku la tahzan dan karena buku itulah saya mendapatkan semangat hidup kembali. Setelah itu saya meminjam dan membaca buku kakak saya tentang pernikahan.

Nah dari sanalah saya akhir nya membulatkan tekad untuk segera menikah. Pada saat saya diperkenalkan dengan seseorang oleh ibu saya, saya masih sakit. Masih sering pusing, muntah dan badan pun masih sering merasa lemah. Untuk jalan kepasar pun masih sering terasa berat dan ngos ngosan. Tapi saat itu saya sudah lebih dari 1 tahun membantu usaha ibu saya.

Waktu saya memutuskan untuk menikah dengan yang dikenalkan oleh ibu saya, saya menceritakan keadaan saya yang sesungguh nya bahwa saya sakit sakitan. Dia berunding dengan orang tua dan akhir nya menerima.

Mengenai masalah perkawinan yang macam macam, mulai dari pertengkaran, perceraian, buka buka kesalahan aib dll itu mungkin dikarenakan kompleks nya dan banyak nya hal hal yang ada dalam perkawinan. Setiap perkawinan pasti ada masalah nya. Tidak lurus adem ayem, pasti ada kelak kelok nya.

Kalau saya pikir sekarang, saya dulu menikah tidak punya banyak persiapan dan mungkin malah tidak pilih pilih lagi, setelah saya pikir orang yang diperkenalkan berkenan dihati saya, saya langsung ok saja.

Jujur perkawinan kami juga tidak mulus mulus saja, banyak hal yang Nonie katakan, misalkan "tapi enggak ada rasa kangen meluk atau cium suami/istrinya dgn kemesraan" dll yang benar benar saya alami.

Untunglah semakin lama kami semakin bisa memahami dan memperbaiki diri kami masing masing. Semakin lama dalam perkawinan saya jadi lebih tahu banyak hal. Dulu saya yakin saya gak akan selingkuh, saya gak akan beercerai. Sekarang saya mengerti ternyata banyak hal hal yang bisa menjadi penyebab kenapa orang selingkuh atau bercerai. Jadi memang tidak segampang itu untuk mempertahankan perkawinan.

Umur pernikahan kami masih muda, baru tiga tahun lebih. Jadi gak banyak yang bisa saya katakan. Mudah mudahan yang sedikit ini bisa membantu dan menambah wawasan.

Mungkin nanti Nonie juga akan merasakan apa apa yang dirasakan oleh orang orang yang telah menikah. Senang, susah, gembira, sedih dll.

Dan sekali lagi benar kata Nonie, pernikahan itu salah satunya adalah menghargai setiap perbedaan dalam diri pasangannya. Satu lagi pernikahan itu juga artinya menerima kekurangan pasangan kita. Kalau kita bisa menerima kekurangan pasangan kita, saya yakin banyak kelebihan dan keindahan pasangan kita yang tadi nya tidak kita sadari menjadi muncul.

Nonie mengatakan...

Terima kasih Mas Indrato sudah berbagi sedikit banyak tentang kehidupan sebelum dan sesudah menikah. Saya bisa belajar dari pengalaman Mas tersebut.

Satu hal yang bs saya simpulkan dari diskusi kita ini adalah, menikah itu untuk meningkatkan kualitas diri. Seperti kehidupan Mas Indrato dengan istri yang masing2 mengalami peningkatan kualitas diri. Jauh menjadi lebih baik dibanding sebelum menikah dulu. Betul kan... :)

chrissensia rany mengatakan...

sejujurnya sebagai org yg punya hubungan udh ckp lama, paling males kalo menjawab pertanyaan KAPAN NIH NIKAHNYA. hahaha, biasanya saja jawab ntarlah atau saya anggap joke aja. lain hal lagi dengan nyokap. tiap kali tau ada teman saya atau anak tetangga nikah, dia pasti akan bilang "tuh si a seusia kamu udah nikah. dulu mama seusia kamu bla and the bla bla..." heran. kenapa sih nikah itu jadi kayak barang yang musti buru buru dipesan daripada ntar kehabisan. dan kebanyakan org tua suka membandingkan usia mereka dulu saat nikah dengan kondisi kita skrg. emang sih maksud mereka baik, tapi ini jaman udah berubah knp harus tetap mematok diri akan masa lalu sih.

memang banyak alasan yg buat orang memutuskan menikah. tapi pertanyaan saya seringnya bukan kapan nih gue bakal nikah melainkan: mampukah gue untuk menikah, kalo udh nikah trus apa yg akan gue lakukan untk suami dan rmh tgga gue. ngga mungkin kan kita stuck di sifat kita yg kayak kemarin2 waktu lajang. takut gagal iya, tapi bukan takut untuk mengahadapinya sih.

bener kayak yg noni bilang, semua musti dr kesadaran kita dan pacar. supaya kita lebih bisa sama sama belajar mengurangi dan menambakan apa yg mjd kebutuhan kita bersama. supaya pernikahan bukan jadi hal yang sia sia dan ngga ada artinya. terutama buat wanita nya.

Indrato mengatakan...

Memang bener gak bisa dibandingkan dengan orang tua kita, keadaan setiap orang beda.

Tapi misalkan seseorang sudah mapan dalam arti sudah punya pekerjaan tetap, atau misal seorang perempuan sudah cukup umur, kuliah selesai dan juga sudah bekerja, faktor apa aja sih yang membuat dia berpikir dia belum siap,? Saya jadi penasaran deh.

Soalnya saya punya banyak teman yang kalau ditanya tentang nikah tapi dia bilang belum siap, pas ditanya belum siap bagaimana tapi dia gak bisa menjawab, bilang nya belum siap aja atau belum siap mental dll.

Dan banyak juga dari yang punya alasan belum siap tapi pas ditanya lalu bagaimana upayanya supaya siap, banyak yang diem dan gak punya jawaban yang pasti.

Nah banyak tuh yang begitu. Takut nya nanti pas emang dia mau menikah ya sebener nya sama aja kondisi nya sama waktu dia bilang belum siap, bedanya sekarang dia mau nikah aja gitu.