Rabu, 03 November 2010

Tuhan Tidak Pernah Menghukum Kita dengan Bencana


Bencana datang bertubi-tubi kepada negara kita. Baik bencana alam, bencana akibat ulah manusia, sampai bencana dalam pemerintahan. Akibatnya banyak pertanyaan terlontar, mengapa negara kita ini sering terkena bencana, mengapa bukan negara lain, mengapa harus kita? Ya, banyak pertanyaan itu mungkin terbersit dalam benak kita, begitu juga saya.


Salah satu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, yang saya baca di beberapa blog, dan di status teman saya adalah, bencana ini akibat ulah manusia, yang dengan kata lain Tuhan sedang menghukum manusia akibat ulah dosa-dosanya.

Saya pribadi sangat tidak setuju dengan pernyataan itu. Okey, saya memang bukan seorang ahli agama atau pemuka agama, dan nilai agama saya bukan yang terbaik di dunia ini. Tapi yang saya amini adalah Tuhan tidak pernah menghukum umatNya. Betapa pun besarnya dosa dan pelanggaran kita, Tuhan tidak pernah menghukum kita. Semua cobaan yang menimpa bumi ini, negara kita, dan kita secara pribadi, bukan untuk menghukum kita.

Kalau ada yang bertanya pada saya dan menunjukkan tentang “bencana” yang Tuhan limpahkan ke manusia pada zaman Nuh dengan air bahnya, atau hujan api pada zaman Lot di kota Sodom dan Gomora. Maka saya akan menjawab, itu dulu. Berabad-abad yang lalu sebelum masehi, dan ketika hubungan Tuhan dan manusia bisa dilakukan secara langsung. Tetapi sekarang sangat berbeda, hubungan kita dan Tuhan sejauh doa. Jalan Tuhan tidak terselami oleh apapun juga, sekalipun itu ilmu pengetahuan atau ilmu agama apapun.

Bukankah ketika Tuhan memberikan pelangi setelah air bah pada zaman Nuh, itu merupakan janji Tuhan, bahwa Tuhan tidak akan memberikan bencana sedemikian dahsyatnya lagi untuk memusnahkan manusia. Dan sampai sekarang, saya tetap mempercayainya.

Lalu, pertanyaan selanjutnya adalah, mengapa bencana bertubi-tubi itu menimpa negara kita? Menimpa keluarga kita? Menimpa saudara kita? Atau mungkin menimpa diri kita sendiri.

Secara ilmiah, saya akan menjawab bahwa bencana demi bencana itu karena letak geografis negara kita di pertemuan 3 lempeng, Eurasia, Samudra Pasifik, dan Indo-Australia. Lokasinya yang sangat subur, melimpah kekayaan alam, termasuk juga gunung menjamur di negeri ini. Selanjutnya, silakan kalian pelajari sendiri sisi ilimiah ini.

Lalu secara ketuhanan, saya akan tetap pada keyakinan bahwa Tuhan tidak pernah menghukum umatNya. Okey, sekarang begini. Kalau memang Tuhan mau menghukum umatNya, dosa apakah mereka para korban bencana itu? Apakah dosa mereka jauh lebih besar melebihi dosa para koruptor? Lalu mengapa bencana itu tidak ditimpakan saja pada para koruptor, para pembunuh, para teroris? Mengapa bencana justru menimpa pada wong cilik dengan tingkat ekonomi bawah?

Apakah bencana itu akibat kemaksiatan negara kita? Pornografi yang merajalela? Freeseks yang seakan-akan tidak lagi menjadi tabu? Kalau memang begitu, mengapa bencana itu tidak ditimpakan saja ke negara-negara barat yang memperbolehkan freeseks. Mengapa tidak ditimpakan saja ke rumah bordil, lokalisasi psk, atau artis-artis bintang bokep?

Saya, yang notabene manusia biasa ini, punya pemikiran dan jawaban yang berbeda. Menurut saya, bencana adalah suatu ujian dari Tuhan untuk umatNya. Ibarat guru yang selalu memberikan pelajaran-pelajaran baik setiap harinya, maka suatu hari aka nada ulangan alias ujian. Bahkan tidak jarang juga guru kita memberikan ulangan dadakan. Ya, seperti Tuhan juga. Bencana ini untuk menguji kita, apakah kita sudah layak disebut umatNya.

Secara teori semua kitab suci sudah disebutkan, bahwa kita harus mengasihi orang lain terutama orang tertindas, kita harus menolong orang yang kesusahan, kita tidak boleh mendewakan harta benda, kita tidak boleh membeda-bedakan orang lain, dan lain sebagainya. Tetapi bagaimana kalau teori itu “ditantang” Tuhan untuk dipraktikkan?

Dari bencana kita belajar untuk sabar, semua ujian hidup yang mendera tidak pernah melebihi kekuatan kita sebagai manusia.

Dari bencana kita belajar untuk tabah, kita pasti dikuatkan oleh rekan-rekan yang ada di sekitar kita, jadi belajarlah untuk “melihat” mereka dan tidak menyalahkan diri sendiri.

Dari bencana kita diajarkan untuk berserah, sekalipun itu menimpa keluarga kita dan mengambil nyawa orang-orang yang kita cintai, tetapi berserahlah karena pasti ada rencana yang indah di balik itu semua.

Dari bencana kita belajar untuk pasrah, menyerahkan semuanya kepada Tuhan, karena yang punya kehidupan kekal ini cuma Tuhan, kita ibarat artis yang bersandiwara mengikuti scenario yang dibuatNya.

Dari bencana kita belajar untuk berbagi, karena rejeki yang Tuhan beri kepada kita tidak boleh dinikmati sendiri. Ingat, tidak ada orang yang miskin karena memberi.
Dari bencana kita belajar untuk menolong, karena kalau kita mengatakan “aku mencintaiMu Tuhan”, tetapi kita tidak menolong orang lain, itu sama saja omong kosong. Tuhan itu ada dalam diri mereka yang akan kita tolong dan juga dalam diri siapapun mereka yang pernah menolong kita.

Dari bencana kita belajar untuk tidak membeda-bedakan, semua manusia itu sama dihadapan Tuhan. Kaya miskin, kuat lemat, dari suku A suku B, dari partai A partai B, dari agama A agama B. Semuanya sama. Dan maukah kita berbagi dan menolong kepada orang-orang yang kita katakan “berbeda”?

Dari bencana kita belajar untuk tidak mendewakan ilmu pengetahuan, Tuhan memang memberi kita akal budi dan pikiran untuk menjelajah bumi dan segala isinya. Tetapi ilmu pengetahuan yang paling mutakhir pun bisa dipatahkan Tuhan.

Dari bencana kita belajar untuk tidak mendewakan harta benda, karena semua itu tidaklah abadi. Harta hanyalah titipan Tuhan di bumi ini untuk dikelola dengan baik, bukan dibawa sampai mati. Masih ingatkan cerita istri Lot yang menjadi tiang garam karena dia masih menengok ke belakang dan melihat rumah dan harta bendanya habis dibakar hujan api? Ya, itu teori kitab sucinya. Ketika sudah dalam kehidupan nyata, mampukah kita benar-benar melaksanakannya.

Dari bencana kita belajar bahwa hidup itu sementara, susah sedih sementara, kaya miskin sementara, dan suatu saat siapa pun juga pasti akan mengalami kematian. Siap tidak siap, tidak ada yang tahu kapan kita mati dan dengan cara bagaimana. Tapi satu hal yang bisa kita siapkan adalah mengisi kehidupan ini dengan berbuat baik kepada siapa saja.


Yaa.. Banyak yang bisa kita pelajari dari bencana. Takdir membawa kita dilahirkan dari rahim ibu berkebangsaan Indonesia. Takdir pula yang membawa kita hidup dan berkarya di Indonesia. Dan sekali lagi, bencana bukan cara Tuhan menghukum manusia tetapi menguji kita untuk bisa naik kelas lagi dalam sekolah kehidupan. Selanjutnya? Kualitas hidup kita akan jauh lebih meningkat.

Selamat menjalani hidup kawan! Tuhan memberkati.

2 komentar:

semuasayanganna mengatakan...

..sometimes God works in mysterious way. mau nyuburin tanah, tapi erupsi..

Dey mengatakan...

hehehe...segala sesuatu terjadi sebagi penggenapan firman Tuhan kan Non...keep trust HIM...GBU ^^