Pada tanggal 17 Oktober 2008, matahari akan terus menyinari kita selama 36 jam (1.5 hari). Dan selama itu Amerika dan tetangga-tentangganya akan gelap 1,5 hari. Ini akan mengkonversi 3 hari menjadi 2 hari besar. Ini terjadi setiap 2400 tahun sekali. Kita beruntung dapat menyaksikan dan merasakannya.
Saya mendapatkan pesan hoax itu di YM pada tanggal 14 Oktober 2008. Mungkin diantara teman-teman juga ada yang sudah mendapatkannya, baik via YM ataupun fasilitas internet lainnya. Tapi, berita ini sepertinya memang marak sekali menyebar di dunia maya.
Dua hari kemudian tepatnya tanggal 16 Oktober 2008, saya membaca sebuah berita di Kompas Online dengan judul “Bohong, Matahari Terlihat 36 Jam”, dengan alasan logisnya demikian;
“Pada sistem rotasi bumi sering disebut memiliki gerak gasing dengan kemiringan sumbu 23,5 derajat, tetapi tetap tidak memungkinkan wilayah ekuator mendapatkan sinar matahari sampai 36 jam dalam 2.400 tahun sekali seperti dinyatakan di dalam kabar bohong itu.” tutur Thomas Djamaludin, peneliti utama bidang astronomi astrofisika pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).
Ditambahkan pula oleh Mezak Arnold Ratag, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), bahwa penyinaran matahari di wilayah ekuator termasuk Indonesia yang memiliki batas koordinat 11 derajat Lintang Selatan (LS) sampai 6 derajat Lintang Utara (LU), rata- rata melihat sinar matahari hanya selama 12 jam plus atau minus 45 menit. Kemungkinan matahari dapat terlihat selama 36 jam sangat tidak mungkin.
Terlepas dari pesan singkat yang ternyata adalah hoax dan bohong belaka, tapi suatu fenomena alam yang saat ini sedang saya rasakan dan keluhkan adalah “Matahari sedang bersinar sangat kejam, membuat
Saya kira, fenomena ini tidak hanya terjadi di
Ketika saya mengeluhkan panasnya
Yah, mungkin inilah alasan mengapa selalu dielu-elukan “Let’s Go Green!” atau “Stop Global Warming!”.
Seperti yang dulu sempat dibahas di Kick Andy pada Jumat, 3 Oktober 2008, bahwa temperatur bumi dibaca lewat suhu di Kutub Selatan dan Kutub Utara. Jika terjadi perubahan suhu di kedua kutub tersebut, maka bisa dikatakan bahwa bumi secara keseluruhan sedang sakit.
Ketika terjadi pemanasan global, es-es di kedua kutub itu akan mencair. Bukan mencair dan menetes seperti yang kita bayangkan jika es batu mencair, melainkan mencair yang seperti tanah longsor. Itu membunuh populasi binatang-binatang kutub di
Menjadi sangat wajar jika di belahan bumi lain panas begitu menyengat sampai terjadi kekeringan, sedangkan di belahan lainnya lagi hujan turun tiada henti sampai terjadi banjir besar. Inilah salah satu efek dari Global Warming.
Saya bukan simpatisan LSM atau apapun itu, tapi saya pribadi mencoba berpikir “Apa yang bisa saya berikan pada bumi saya supaya dia cepat sembuh.” Yah, dengan bertindak sekecil apapun itu, dimulai dari diri sendiri, dari lingkungan kita berada, pastinya dampaknya akan semakin besar. Menghemat listrik, menghemat bensin, menghemat kertas, menghemat pembuangan plastik dan tisu, serta masih banyak lagi.
Ya, karena saya tidak mau jika anak cucu saya hidup susah hanya karena bumi ini sakit-sakitan terus.
1 komentar:
jogja emang makin panas non...
Posting Komentar