Kamis, 25 Juni 2009

Agama yang Berpolitik

Saya tergelitik ketika melihat dan membaca berita tentang “fitnah tim JK-Wiranto” bahwa “istri Budiono adalah seorang katolik”. Saya tidak tahu persis itu fitnah atau memang benar. Atau mungkin dulu istri beliau memang seorang katolik kemudian mualaf menjadi seorang muslimin. Saya tidak tahu persis. Tapi yang menggelitik saya adalah tentang isu-isu keagamaan yang diangkat oleh para wapres dan cawapresnya, atau mungkin oleh tim suksesnya.

Saya heran dengan negara ini yang masih juga mencampur-adukkan antara agama dan politik, dan yang masih juga mudah dipecah belah untuk urusan agama. Agama memang baik dan menjadi dasar moralitas seseorang yang akan berpolitik. Orang yang taat beribadah akan punya moralitas tinggi, lalu nanti dia akan menjadi pemimpin yang baik dan bisa berpolitik dengan baik. Baik dalam arti memimpin dengan hati, penuh kebijaksanaan, menghargai orang lain, menjauhi keinginan setan seperti KKN, menjegal lawannya dengan licik, dsb.

Inti dari semua agama adalah ingin membuat pemeluknya punya moralitas tinggi. Masa ada sih agama yang mengajarkan hal-hal buruk pada pemeluknya. Di sini konteksnya adalah 5 agama yang diakui di negara kita loo… Yaa.. saya sangat percaya semua agama itu baik adanya. Semua agama itu mengajarkan moralitas yang baik, tanpa membuat agama tertentu lebih spesial, lebih bermoral, dll.

Nah… ditarik ke urusan politik. Seharusnya dalam politik terdiri dari orang-orang yang bermoral baik, yang taat beribadah apapun itu agamanya. Negara kita ini negara berdasarkan hukum bukan berdasar agama. Norma-norma yang berlaku di negara ini, norma hukum dan bukan norma agama. Apalagi negara kita ini sudah sangat besarrr, sangat luasss, masyarakatnya pun sangat majemukkk. Kalau mau membuat negara ini dijalankan berdasarkan norma agama tertentu sudah sangat terlambat. Lebih baik membuat negara kecil sendiri dengan peraturan dan undang-undang sendiri.

Jadi, kalau saya berpendapat… Saya tidak peduli presiden saya (juga istri/suami, anak, atau keluarganya) nanti seorang Muslim, Kristiani, Katolik, Hindu, atau Budha. Yang pasti presiden saya harus menghargai perbedaan di negara ini, merangkul semua kepentingan di negara ini, mempertahankan perbedaan di negara ini, dan tidak fanatik terhadap satu sisi saja. Ya, karena kita tinggal dan hidup di Indonesia – Negara yang Bhineka Tunggal Ika.


Tidak ada komentar: